Thursday, April 18, 2013
ABDUR RAHMAN BIN ‘AUF
Monday, November 15, 2010
Muhammad SAW dan Genghis Khan: Dua Panglima Perang Terhebat Sepanjang Masa
Awal tahun 2009 saya pernah membaca sebuah buku yang berjudul The Secret History of Mongols, sebuah buku terjemahan dari bahasa Mongolia terbitan Routledge Curzon Press tahun 2001 yang merujuk pada buku sumber asli yang kontroversial tentang Genghis Khan. Buku aslinya diperkirakan ditulis pada abad ke-13. Buku ini telah mengubah persepsi saya tentang Genghis Khan, bahkan saya pun kini mengaguminya sebagai sosok panglima perang terhebat kedua sepanjang sejarah setelah Rasulullah SAW. Keduanya banyak memiliki kesamaan.
Rasulullah dan Genghis Khan sama-sama menggabungkan kepasrahan diri terhadap Tuhan dengan strategi perang yang handal dalam setiap peperangan yang dilakukannya (meskipun dalam konteks Tuhan yang disembah jauh sekali berbeda). Dua panglima perang ini selalu berada di barisan terdepan ketika berperang melawan musuh. Semua balatentara yang dipilih oleh kedua panglima perang hebat ini adalah tentara-tentara pilihan yang luar biasa hebatnya.
Ilmuwan Muslim Penemu Konsep Algoritma
Asal-usul kata Algoritma
>
Definisi Algoritma
Definisi Algoritma adalah langkah-langkah logis penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis dan logis. Contoh sederhana adalah penyusunan sebuah resep makanan, yang biasanya terdapat langkah-langkah cara memasak masakan tersebut. Tapi, algoritma umumnya digunakan untuk membuat diagram alur (flowchart) dalam ilmu komputer / informatika.
Penemu konsep Algoritma dan Aljabar
Penemunya adalah seorang ahli matematika dari uzbekistan yang bernama Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi. Di literatur barat, beliau lebih terkenal dengan sebutan Algorism. Panggilan inilah yang kemudian dipakai untuk menyebut konsep algoritma yang ditemukannya. Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi (770-840) lahir di Khwarizm (Kheva), kota di selatan sungai Oxus (sekarang Uzbekistan) tahun 770 masehi. Kedua orangtuanya kemudian pindah ke sebuah tempat di selatan kota Baghdad (Irak), ketika ia masih kecil. Khwarizm dikenal sebagai orang yang memperkenalkan konsep algoritma dalam matematika, konsep yang diambil dari nama belakangnya.
Al khwarizmi juga adalah penemu dari beberapa cabang ilmu matematika yang dikenal sebagai astronom dan geografer. Ia adalah salah satu ilmuwan matematika terbesar yang pernah hidup, dan tulisan-tulisannya sangat berpengaruh pada jamannya. Teori aljabar juga adalah penemuan dan buah pikiran Al khwarizmi. Nama aljabar diambil dari bukunya yang terkenal dengan judul Al Jabr Wa Al Muqabilah. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.
Pengaruhnya dalam perkembangan matematika, astronomi dan geografi tidak diragukan lagi dalam catatan sejarah. Pendekatan yang dipakainya menggunakan pendekatan sistematis dan logis. Dia memadukan pengetahuan dari Yunani dengan Hindu ditambah idenya sendiri dalam mengembangkan matematika. Khwarizm mengadopsi penggunaan angka nol, dalam ilmu aritmetik dan sistem desimal. Beberapa bukunya banyak diterjemahkan kedalam bahasa latin pada awal abad ke-12, oleh dua orang penerjemah terkemuka yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah aritmetikanya, seperti Kitab al-Jam’a wal-Tafreeq bil Hisab al-Hindi, Algebra, Al-Maqala fi Hisab-al Jabr wa-al-Muqabilah, hanya dikenal dari translasi berbahasa latin. Buku-buku itu terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di Eropa.
Buku geografinya berjudul Kitab Surat-al-Ard yang memuat peta-peta dunia pun telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Buah pikir Khwarizmi di bidang geografi juga sangat mengagumkan. Dia tidak hanya merevisi pandangan Ptolemeus dalam geografi tapi malah memperbaiki beberapa bagiannya. Tujuh puluh orang geografer pernah bekerja dibawah kepemimpinan Al khwarizmi ketika membuat peta dunia pertama di tahun 830. Ia dikisahkan pernah pula menjalin kerjasama dengan Khalifah Mamun Al-Rashid ketika menjalankan proyek untuk mengetahui volume dan lingkar bumi.
sumber : http://www.ilmukomputer.com/
Sunday, November 14, 2010
Ilmuwan Besar Muslim Pencetus Trigonometri , Abu Wafa
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al-Buzjani lahir di Buzjan, Nisyapur pada 10 Juni 940 Masehi dan meninggal di 15 Juli 998 Masehi. Beliau adalah seorang matematikawan besar dan astronom di Baghdad. Pada awalnya, beliau belajar matematika di Baghdad kemudian pada tahun 959 pindah ke Irak dan tinggal di sana sampai akhir hayat.
Abul Wafa memiliki kontribusi yang cukup besar dalam bidang matematika, terutama geometri dan trigonometri. Dalam geometri kontribusinya diantaranya solusi dari masalah geometri dengan pembukaan kompas; pembangunan persegi yang equivalen dengan persegi lainnya; polyhedra teratur; konstruksi parabola oleh titik-titik dan solusi geometri dari persamaan:
Kemudian kontribusi beliau dalam perkembangan trigonometri juga besar. Beliau adalah yang pertama menunjukkan secara umum teori sinus relatif terhadap segitiga bola. Beliau juga mengembangkan metode baru untuk membangun tabel sinus, nilai sin 30′ yang benar sampai pada tempat desimal kedelapan. Selain itu, Abul Wafa juga mengembangkan hubungan untuk sinus (a +b) dan rumus:
Selain itu, beliau membuat studi khusus dari tangen dan menghitung tabel garis singgung, memperkenalkan secant dan cosecant untuk pertama kalinya, mengetahui hubungan antara garis trigonometri.
Selain seorang matematikawan, Abul Wafa juga memberikan kontribusi terhadap astronomi. Dalam bidang ini beliau membahas berbagai pergerakan bulan, dan menemukan “variasi”. Beliau juga salah satu dari penerjemah bahasa Arab terakhir dan komentator karya-karya Yunani.
Abul Wafa menulis sejumlah besar buku-buku tentang matematika dan mata pelajaran lain, yang sebagian besar telah hilang atau ada dalam bentuk diubah. Kitab ‘Ilm al-Hisab, buku praktis berhitung, al-Kitab al-Kamil (Buku Lengkap), Kitab al-Handsa (Geometri Terapan). Selain itu, juga menulis komentar-komentar kaya Euclid, Diophantos dan al-Khawarizmi, tapi semua telah hilang. Buku-buku yang sekarang masih ada Kitab ‘Ilm al-Hisab, Kitab al-Handsa dan Kitab al-Kamil. Apa yang Abul Wafa temukan terkait dengan bulan adalah sama dengan yang ditemukan oleh Tycho Brache enam abad kemudian.
Kontribusi Abul Wafa yang sangat signifikan hingga kini adalah bahwa beliau mengembangkan pengetahuan tentang secant dan cosecant untuk pertama kalinya, bahkan bagian yang cukup besar trigonometri saat ini dapat ditelusuri kembali kepadanya.
Sumber : http://www.ummah.net/history/scholars/buzjani.html
Pesatnya Industri Kimia Diawal Pertumbuhan Islam
Sejak awal, ilmuwan Muslim berkomitmen mengembangkan kimia. Mereka melakukan kajian dan menuliskannya dalam serangkaian karya. Sejumlah risalah, misalnya yang ditulis oleh ahli kimia terkemuka, Jabir ibnu Hayyan, menggambarkan bagaimana menghasilkan zat kimia tertentu, yang menjadi bahan baku industri secara rinci.
Jabir, ungkap Ehsan Masood melalui karya Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern, berhasil menemukan proses kimiawi, seperti reduksi, sublimasi, dan penyulingan. Dia menciptakan bahan alembik, tabung penelitian sederhana untuk memanaskan cairan.
Alembik bisa mengubah anggur menjadi alkohol. Namun, di tangan ilmuwan Muslim, alkohol tidak dialihkan sebagai bahan minuman keras. Sebaliknya, pembuatan bahan alkohol menjadi proses kunci untuk sejumlah industri kimia yang berkembang di peradaban Islam.
Termasuk produksi parfum, tinta dan bahan celup, obat-obatan ataupun bahan kimia tertentu. Jabir juga menemukan jenis asam, antara lain asam sulfat, asam hidrokolat, dan asam nitrat, yang bisa melarutkan logam serta banyak dipakai di industri kerajinan logam dan lainnya.
Berbagai penguasaan teknik kimiawi dari sarjana Muslim menumbuhkan semangat para industriawan. Peradaban Islam lantas memunculkan sederet industri penting, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Selain itu, ada juga industri baja, pembuatan kertas, pembuatan keramik, kerajinan tanah liat, pembuatan gelas dan kaca, pertanian, ekstraksi mineral, industri logam, dan produk kimia lainnya. Umat Islam pun telah memiliki pabrik kaca skala besar di beberapa kota di Timur Tengah.
Sentra-sentra industri kaca bermunculan di banyak tempat dan masing-masing punya ciri khas dalam hal bentuk dan desain. Menurut Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology: An Illustrated History, produk umat Islam mencerminkan karakter unik dari masing-masing pusat pembuatannya.
Sammara, Irak, pada abad ke-9 mejadi salah satu sentra industri produk tersebut. Selain itu, ada pula di Mosul, Najat, serta Baghdad. Sedangkan, di Suriah, Kota Damaskus merupakan sentra produksi yang terkenal meskipun di kota lainnya juga ada, seperti di Aleppo, Raqqa, Armanaz, Tyre, Sidon, Acre,dan Rasafa.
Al Hassan mengungkapkan, produk yang dibuat di Suriah sangat populer sepanjang peradaban Islam hingga berkembangnya industri yang sama di Venesia, Italia, pada abad ke13. Orang-orang Barat mengetahui teknik pembuatan produk tersebut pada abad ke-13 hingga ke-17, lalu mereka mengembangkan industri di Eropa.
Di Indishapur, penelitian kimia mengantarkan umat Muslim pada pencapaian teknologi pemurnian gula. Selanjutnya, inovasi teknik ini dipergunakan pada industri gula di Khuzistan. Lalu, menyebar ke seluruh negeri Islam hingga Spanyol. Penemuan penting lain pada era keemasan adalah sabun.
Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina. Kemajuan industri ini dicatat ahli geografi, al-Maqdisi. Dalam risalahnya Ahsan al-Taqasim fi Ma`rifat al-Aqalim, ia menyatakan bahwa Kota Nablus sudah terkenal sebagai sentra produksi sabun pada abad ke-10 dan sebagian hasilnya diekspor ke negara-negara Islam.
Hadirnya produk sabun turut men dorong berkembangnya gaya hidup sehat dan bersih di kalangan masyarakat Muslim sejak abad ke-7. Bahan utama pembuatan sabun, ungkap al-Hassan, adalah minyak sayuran, misalnya minyak zaitun serta minyak aroma.Tokoh penting di balik penemuan formula pembuatan sabun adalah al-Razi, kimiawan asal Persia.
Ketika itu, sabun yang diproduksi umat Muslim sudah berbentuk sabun cair dan padat serta menggunakan bahan pewangi dan pewarna. Dokter Muslim asal Andalusia, Abu al-Qasim al-Zahrawi (936-1013), juga menulis resep pembuatan sabun di dunia Islam. Selain itu, fondasi industri parfum ditopang oleh teknik dan rekayasa kimia.
Pembuatan parfum
Dua ahli kimia, yakni Jabir ibnu Hayyan dan al Kindi, melalui berbagai penemuan dalam proses kimia sanggup menghasilkan formula luar biasa yang bermanfaat bagi pembuatan parfum dengan aneka jenisnya. Sejumlah ahli lainnya juga menaruh perhatian besar terhadap teknik pembuatan parfum. Tak kurang dari sembilan risalah teknis bagi produksi parfum sudah dihasilkan, seperti disampaikan al Ishbilli, kimiawan Muslim berpengaruh pada abad ke-12.
Namun, harus diakui, pengembangan industri parfum di dunia Islam mencapai tahapan mengagumkan berkat kontribusi Ibnu Hayyan. Dia dijuluki Bapak Kimia Modern. Tak tanggung-tanggung, tokoh ini melahirkan beberapa metode penting, seperti penyulingan, penguapan, dan penyaringan, yang sangat efektif untuk mengambil aroma wewangian dari tumbuhan dan bunga dalam bentuk minyak.
Intinya, umat Islam menorehkan prestasi tinggi. Terutama, dengan dikembangkannya teknik dan proses ekstraksi wewangian melalui teknologi distilasi uap. Pencapaian ini sangat berpengaruh pada kemajuan industri parfum masa berikutnya. Bahan ramuan parfum temuan ahli kimia Muslim banyak diikuti oleh kalangan industri parfum di dunia Barat.
Demikian halnya industri mesiu mengalami pencapaian signifikan sejak abad ke-7. Seorang ahli kimia bernama Khalid bin Yazid memperkenalkan bahan potasium nitrat yang menjadi bahan utama pembuatan mesiu. Karya Ibnu Hayyan dan alRazi juga menyinggung soal potasium nitrat.
Friday, May 22, 2009
Kedudukan Etika dalam Pandangan Ulama Salaf
Telah banyak diriwayatkan pekataan para ulama salaf yang memuji dan menyanjung etika dan orang-orang yang beretika, serta anjran mereka untuk berpegang teguh pada etika. Diantaranya adalah, dialog Habib al-Jallab dengan Ibnu al-Mubarak, “Akal yang bagus”. Habib lalu bertanya, Jika tidak?’ Dia berkata,, “Etika yang baikk.” Habib bertanya lagi, “jika tidak?” Dia berkata, “Saudara yang penyayang yang selalu menasihatinya”. Habib terus bertanya, “Jika tidak?” Dia menjawab, “Diam(tidak berbicara)”. Habib melanjutkan, “Jika tidak?” Dia menjawab, “Kematian yang disegerakan”.[1] Imam Syafi’I berkata, “barang siapa yang ingin dibuka hatinya oleh Allah – atau diberi cahaya – maka hendaklah dia berkhalwat (menyendiri dalam ibadah), mengurangi makan, tidak bergaul dengan orang-orang bodoh, dan membenci ulama yang obyektif dan tidak beretika”.[2]
Ibnu Sirin berkata, “Dahulu, mereka (ulama salaf) mempelajari etika perilaku ssebagaimana mereka mempelajari ilmu pengetahuan”.[3]
Al-Hasan berkata, “Dahulu, seorang pergi setiap dua tahun sekali untuk menjadikan dirinya beretika.”[4]
Habib bin asy-Syahid berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku, bergaullah dengan ahli fiqih dan para ulama, dan pelajari etika dari mereka. Sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyak bicara.”[5]
Beberapa orang zaman dahulu berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku, jika engkau mempelajari satu bab tentang masalah etika, itu lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab ilmu pengetahuan yang lainnya.”[6]
Seseorang pernah bertanya kepada Imam Syafi’i “Seberapa besar tekadmu untuk mendapatkan etika?” Dia Menjawab, “Aku mendengarkan setiap huruf yang aku dengar, seakan aku belum pernah mendenngarnya, sehingga seluruh anggota badan ku berharap, seandainya ia mempunyai pendengaran untuk ikut menikmati apa yang aku dengarkan”. Dia Tanya lagi, “Bagaimana engkau mencarinya?” Dia menjawab, “(Aku mencarinya) seperti orang wanita yang tersesat di jalan mencari anaknya yang hilang, sedangkan anak itu adalah keluarganya satu-satunya.” [7]
Abu Bakar al-Muthawwa’I berkata, “Aku bergaul dengan Imam Ahmad bin Hanbal selama dua belas tahun. Selama itu dia membcakan kitab al-Musnad kepada anak-anaknya, tetapi aku tidak menulis satu hadits pun selama itu kecuali memperhatikan tingkah laku dan akhlaknya saja.”[8]
Adz-Dzabi berkata, “Majelis ilmu Imam Ahmad dihadiri oleh
Ibnu al-Mubarak berpantun, “Aku menundukkan nafsuku dan aku tidak mendapatkan kekuatan yang lebih baik daripada etika – di samping takwa – untuk menundukkan nafsuku. Aku menundukkannya dalam setiap keadaan, walaupun kadang terasa berat, karena hal itu lebih baik daripada berdiam diri terhadap suatu kebohongan atau mengunjing orang lain, karena perbuatan tersebut telah diharamkan oleh Allah swt dalam kitab-kitab-Nya. Aku berkata kepada nafsu dengan sesuka hati maupun terpaksa, “Kelemahlembutan dan ilmu adalah perhiasan orang-orang terhormat. Wahai nafsu, jika ucapanmu adalah perak, maka diammu adalah emas.”[10]
Ibnu al-Mubarak berkata, “Aku telah belajar etika selama tiga puluh tahun dan belajar ilmu pengetahuan selama dua puluh tahun. Orang-orang terdahulu belajar etika dahulu baru kemudian belajar ilmu pengetahuan”.
Al-Qarafi dalam bukunya al-Furuq menerangkan kedudukan etika, “ketahulilah bahwa, sedikit etika lebih baik daripada perbuatan yang banyak, karena itu, Ruwaim – seorang alim yang shaih - berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, jadikanlah pebuatanmu sebagai garam dan etikamu sebagai tepung gandum”’. Maksudnya, perbanyaklah etika, hingga perbandingannya dengan perbuatanmu bagaikan perbandingan tepung dengan garam, atau beretika yang baik dibarengi amal perbuatan yang sedikit lebbih baik daripada kurang beretika, walupun banyak amal perbuatan.”[11]